catatan hati

Saturday, March 29, 2008

MABUHAY "PHILIPINNA

“MABUHAY” SELAMAT DATANG DI MANILA

Oleh: Silfia Hanani

Philipina merupakan salah satu negara anggota Asean, yang pernah dipimpin oleh dua orang presiden perempuan(Aquino dan Aroyo). Negara yang mempunyai panggkalan Amerika Serikat di Subbic ini, juga pernah dipipin oleh seorang presiden ditaktor Ferdinand Marcos. Kini negara dunia ketiga ini sedang menapak masa depan penuh dengan cabaran, tidak jauh berbeda dengan negara kita Indonesia. Philipina juga tengah mengalami pasang surut politik dan krisis ekonomi. Oleh sebab itu, jika kita menjelajahi setiap sudut negeri di Philipina hampir sama sosok sosial ekonomi kehidupan masyarakatnya.
Mobilasi penduduk ke kota juga cukup besar, kerana kosentrasi pembangunan ekonomi, pekerjaan dan sebagainya masih terpusat di kota, sebagaimana halnya dialami oleh negara-negara berkembang lainnya di dunia ini. Oleh sebab itu, wilayah urban dan fenomena slam mengentara, seperti disaksikan dengan jelas di kota Manila sebagai ibu kota Philipina.
Kemajuan-kemajuan pembangunan dalam kota Manila terutama infrastrukturnya, juga berjalan dengan lamban. Tidak sekencang negara-negara anggota Asean lainnya, seperti Malaysia atau Singapur.
Kota Manila, masih kentara dengan potret kehidupan yang buran. Masih jauh perjalanan dan perjuangan yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mendongkrak kemakmuran dalam kota ini.
Kemiskinan masih bertumpuk dalam kota, gubuk-gubuk reot dan gelandangan mereja lela disetiap sudut kota, sehingga keganasan kota dengan segela kultur kemiskinannya menggelinding dalam peradaban kota Manila. Ketika itu pulalah ada keluhan-keluhan “ibuk kota” ganas dengan kehidipan.
Kondisi perkotaan negara-negara ketiga yang fenomenal tersebut oleh Johns Perkins tidak lepas daripada imbas intervensi ekonomi, politik, dan budaya negara maju yang disepakiti diterima oleh pemerintahan negara ketiga. Tidak ada bantuan sejati dari negara maju untuk kemajuan negara berkembang, yang ada disebalik itu adalah kolonialisme yang menjalar mengisap negara ketika itu sendiri.
Transformasi sosial tidak akan bergerak dengan cepat mencerahkan masyarakat negara ketiga. Pencerahan akan tetap berpihak pada negera-negara maju yang “sok pahlawan” di negara-negara berkembang. Begitulah John Perkins, menerangkannya dalam confessions economic hit man.
Kondisi kota Manila yang fenomenal ini, boleh jadi sebagai akibat daripada apa yang dikatakan oleh John Perkins tersebut, masalahnya negara ini terlalu yakin dengan bantuan dan intervensi asing. Kita bisa lihat melalui kasus pangkalan AS di negara tersebut. Pangkalan Subbic yang megah dan serba kecanggihannya, ternyata semuanya itu tidak memberikan imbas kehidupan disekelilingnya yang seimbang dengan apa yang berlaku dalam pangkalan itu. Masyarakat tetap saja tradisional, miskin dan bergubuk reot.
Realita ini dapat kita saksikan jika mendarat di lapangan terbang internasional Clark Diasdado Macapagal, sebuah lapangan terbang yang dekat dengan pangkalan tentara AS di Subbic. Jaraknya dengan Manila sekitar 70 km atau 2 jam perjalan dengan taxi.
Jika dari lapangan terbang ini melanjutkan perjalan ke Manila, kita menyusiri perjalan yang berhampiran dengan Subbic. Lihatlah dikiri kanan jalan, kehidupan masyarakat masih terlihat dalam garis kemiskinan, rumah hunian masyarakat masih banyak ditemukan jauh dari keidealan kesehatan.

Tranportasi kota sembrut
Memang secara properti negara manila tidak begitu terkenal sebagai kota wisata, tidak setenar kota Bangkok, Jakarta, Kualalumpur dan sebagainya. Tidak ada pula promosi-promosi wisata ke kota ini begitu gencar. Dari situ, kita paham bahwa kota Manila memang bukan dipromisikan sebagai kota wisata dan kota shoping, mengingat kondisi perkotaan yang serba fenomenal.
Mabuhay(selamat datang) di kota Manila memberikan kesan yang tidak harmonis dan kontriversial. Kota Manilai bising oleh transportasi yang sembraut, liar dan ugal-ugalan.
Banyak sarana transfortasi dalam kota tapi kurang tertib dan teratur. Antara transportasi kota itu adalah jeepney(angkutan transfortasi khas Philipina, gayanya tradisional), tricycle(kendaraan roda dua yang diformat menjadi becak), taxi mulai dari resmi sampai taxi gelap dan kreta api cepat.
Kreta api cepat, pada pagi hari juga ketika pergi dan pulang kantor penuh sesak. Kereta ini menjadi alat transportasi handalan bagi pekerja. Kerena cepat, tidak macet, nyaman lagi.
Berbeda dengan jeepney, banyak kesalnya jika kita menumpang kendaraan ini. Selain macet menghadang, kondisi dalam jeepney yang kurang nyaman. Pertama, kendaraan ini tidak punya knek, bayar ongkos sistem berantai, tolong menolong sehingga uang bayaran sampai pada sopir. Setiap orang yang baru naik pasti bilang “bayad” berati dia mau bayar, dan sekaligus minta tolong disampaikan uangnya ke sopir. Kondisi yang seperti ini, menyebabkan tidak nyaman dalam jeepney. Kedua, Kononya dalam jeepney sering terjadi copet.
Ketiga sopir jeepney banyak yang “nakal” jika kelihatan orang asing, uang kelebihan ongkos sering tidak dikembalikan, atau dia minta tambah ongkos dari tarif resmi. Biasanya dia menandakan orang asing, melalui jumlah uang yang dibayarkan untuk ongkos, kalau yang membayar bukan dengan uang pas itu berarti orang asing. Uang tidak akan ada kembaliannya, kelebihan ongkos tersebut di diamkan saja. Jika mau memanfaatkan jasa jeepney di kota Manila sediakan uang pas buat “bayad”(bayar) ongkos.
Tarif angkutan lainnya, seperti taxi, dan tricyle lebih “kualat” lagi, sopir minta seenaknya. Tarifnya gila-gila ditawarkan, jangan malu-malu menawar serendah-rendahnya. Masalahnya itu tradisi para sopir-sopir angkutan di kota Manila. Sulit yang menawarkan ongkos yang berpatutan.

Style kota metropolis
Manila merupakan kota metropolis yang sudah dapat ditebak style kehidupan di dalamnya. Selain diwarnai dengan kultur kemiskinan juga berkabolarasi styel hedonisme kota yang full dunawiah. Konsumerisme juga melandanya, mall-mall menjadi sasaran untuk melampiaskan “keduniawiahan” tersebut bagi kebanyakan kalangan. Disamping itu “hedonisme” lainnya seperti di hotel, bar dan café-café yang berkaroke dan dingin-dingin empuk menjamur pula di sini.
Salah satu pusat shoping yang terkenal di Manila adalah Megamall. Di sinilah banyak lautan manusia, dengan beragam aktivitas. Mulai dari cuci mata sampai bersantai-santai sambil ttm(teman tapi meksum), sedangkan shoping boleh jadi belakangan.
Malam hari, kawasan ini semakin ramai. Perempuan-perempuan jelita berpakaian minim berkeliaran. Gaya metropolis dimalam hari semakin lengkap bermetamarfosis dengan temaramnya kerlab-kerlib lampu malam kota.
Café-café karoke berserak diaman-mana, ada yang buka malam saja dan ada 24 jam. Kelas kafe ini mulai dari kelas berdasi sampi pada kelas pemulung, ada dalam kota. Suasana cafe bisa disesuaikan dengan tebal tipisnya kocek.
Di café-ckafe ini bebas, tidak bakal ada razia. Kota Manila surganya hiburan masyarakat, silakan pilih tempatnya. Yang penting ada uang, seribu satu kenikmatan kota akan dapat dinikmati.

Manila pengap dengan polusi bau
Di samping itu, kesan kota Manila yang lain adalah semerbak bau yang mengambang terus. Bau “kencing” alias pipis sulit untuk dihindari. Setiap sudut kota aroma yang satu ini selalu menghantui penciuman. Populasi bau di kota Manila sangat menganggu kenyaman.
Toilet-toilet umum jarang dijumpai. Kebersihannya pun tidak terjaga Mungkin faktor kelangkaan dan kebersihannya yang tidak terjaga ini, kencing dimana-mana menjadi alternatif dan kemudian terbudaya bagi masyarakat kota.Persoalan ini belum menjadi perhatian serius oleh dinas kebersihan kota Manila.
Populasi bau ini, menambah presen negative terhadap kota Manila. Sebelum budaya “kencing” sembarangan ini mengandemi dalam masyarakat kota pihak pemerintahan kota semstinya secepatnya untuk mengatasinya, masalahnya jika sudah mentradisi sulit lagi mengubah prilaku masyarakat yang jorok tersebut.

Tradisi merekok yang belum terlarai
Malaysia dan Singapura sudah punya aturan main merekok. Tidak boleh lagi mengisap nikotin di tempat-tempat umu. Kemudian di Jakarta sudah pula dimulai, sebagai langkah awalnya dikeluarkan peraturan daerah DKI no 2 tahun 2005, tentang pelarangan merokok di tempat-tempat umum. Di kota Manila belum ada aturan-aturan soal ini, kebebasan merokok masih menjadi milik siapa saja dan dimana saja.
Asap rokok berseleweran di mana-mana, yang merokok bukan saja kaum laki-laki, perempuan dari berbagai umur pun seenaknya mengisap rokok dikeramaian. Merokok sudah menjadi salah satu gaya hidup masyarakat kota mentropolis ini.
Memandang kondisi sosio ekonomi masyarakat kota Manila yang pas-pasan, semestinya mereka sadar terhadap uang yang dibakarnya, masih banyak keperluan yang harus dipenuhinya. Tapi sayang, logika-logika itu terkalahkan oleh candu rokok yang telah melilit.
Kempanye-kempanye anti rokok juga tidak begitu marak. Simbol-simbol dilarang merokok jarang dijumpai. Pemerintah pun belum nampak mempunyai perhatian yang signifikan tentang ini, mungkin masih ingin menikmati pajak dari produksi rokok tersebut.

Rizal Park yang belum ada nyali tourism
Salah satu objek wisata dalam kota Manila adalah objek wisata Rizal Park, sebuah objek wisata lapangan luas. Lebih nikmati mengunjungi tempat ini pada sore hari. Kalau siang cukup panas dengan terik matahari.
Rizal Park, belum banyak disentuh oleh “nyali” konsep tourism. Di sini kita hanya menemui gerai-gerai kaki lima menjual minuman kaleng dan makanan ringan. Tidak ada sovenir-sovenir dijual oleh pedagang di sini.
Di samping itu, penjual jasa potret photo selalu mengintai pengunjungnya untuk dapat membeli jasanya. Pemotret ini gigih dan selalu merayu sampai jasanya terjual. Dia akan selalu mengikuti pengunjungi.
Objek wisata ini pada siang hari, banyak dijadikan sebagai tempat singgah masyarakat kota. Tempat istirahat masyarakat dari keletihan aktivitas kota. Di bawah-bawah pohon taman yang rindang ada yang tertidur, jangan heran menjumpai manusia bergelimpangan di sini. Di samping itu ada pula aktivitas wong cilik memainkan kartu remi, boleh jadi mereka bertaruh.
Tidak jauh dari tempat ini, ditemui pula sebuah perpustakaan nasional Philipina. Di hadapan gedung ini ramai gerombolan manusia pencari kerja. Sejumlah iklan lowongan pekerjaan diosong oleh agent-agent pencari kerja, kalau berminat tinggal mendaftar padanya. Dari potret itu dapat pula ditangkap, bahwa kota Manila menyimpan banyak pencari kerja. Tentu pengangguran cukup signifikan pula jumlahnya dan sekaligus menjadi polemik bagi pemerintahan.

Santa Cruss dan perkampungan Muslim
Masyarakat negara Asean yang satu ini lebih dominan beragama Kristen. Oleh sebab itu, kultur dan simbol-simbol agama ini sangat kuat melekat dalam tradisi masyarakatnya. Atribut-atribut agama ini sangat banyak dijumpai di toko-toko dan di gerai-gerai kaki lima.
Tidak itu saja, di tengah-tengah kota Manila berdiri gereja yang cukup besar dan selalu melayani doa untuk pemeluknya. Kawasan ini dinamakan dengan Santa Cruss. Di sekitar gereja ramai pedagang kaki lima mengasong dagangan berupa atribut-atribut keperluan berdoa di gereja.
Tidak jauh pula dari kawasan Santa Cruss, dengan berjalan kaki sekitar 15 minit akan dijumpai perkempungan Muslim, kawasan ini di Quaipo. Di sini atribut-atribut muslim dijual, pakaian muslim sampai pada sovenir Islam ada di kawasan ini. Bagi pelancong Islam, tentu di kawasan ini merupakan tempat yang aman untuk makan minum di restoran. Orang Islam di Manila tidak boleh makan minum di restoran sembarangan, kerana hidangan babi selalu tersedia. Pemilik restoran tidak akan pernah memberi tahukan, bahwa menunya tidak boleh disantap oleh umat Islam.
Di perkampungan muslim ini berdiri pula sebuah masjid namanya Golden Mousque. Masjid ini dilengkapi oleh sebuah perpustakaan dan terbuka untuk umum. Dari masjid inilah menggema azan setiap waktu shalat dating. Perkampungan ini bagi orang Manila disebutnya dengan Moslem Area.

1 comment:

Anonymous said...

Hmm terakhir ke manila ngga sempet jalan-jalan ke Golden Mosque. Sholat Jumat juga di mesjid luar kota (arah Mangatarem Pangasinan). Kalo ke sana lagi harus nyempetin ke Golden Mosque