catatan hati

Tuesday, April 8, 2008

MEYAKINKAN PERAN AGAMA

MEYAKINKAN KEMBALI PERANAN AGAMA


Oleh: Silfia Hanani


World Christian Encyclopedia mencatat bahawa dari waktu ke waktu telah terjadi peningkatan jumlah masyarakat dunia yang tidak beragama. Pada tahun 1900 hanya 0,2% dari penduduk dunia yang tidak beragama, kemudian tahun 1970 meningkat menjadi 15,0%. Pada tahun 1980 berjumlah 16,4% dan meningkat menjadi 17,1% pada tahun 2000. Data tersebut sebagai kritikan terhadap peran agama yang tidak tersampaikan dengan ”indah” di dalam kehidupan. Peranan agama, telah terseret oleh arus kepentingan yang tidak dapat menyelesaikan persoalan kehidupan dan terlalu sering dibawa ke dalam wilayah ”abu-abu”, sehingga peranan humanisme yang dibangun oleh agama mati dalam retorika kepentingan. Akhirnya missi agama sebagai pembawa trasformasi yang rahmatalil’alamin tidak terurai. Yang terpapar adalah era keamburadulan atau era juggernaut dalam istilah Giddens dan era chauvinistic kata Naisbitt.
Peranan agama yang tidak terurai dengan indah itu telah menyeret keragu-raguan manusia terhadap agama. Frustasi sosial yang tidak terjamaah oleh agama kenyataannya juga semakin memperlebar keragu-raguan tersebut, akhirnya yang terjadi adalah pelarian diri ke luar dari agama, sehingga the end of idiolog seperti yang dikatakan Daniel Bell pada tahun 1960 menjadi fenomena sekarang ini.
Pelarian ke luar dari agama bukan semata-mata kecelakaan dari individu, tetapi kesalahan umat beragama yang menyimpangkan peranan agama dari tujuan universalnya. Peranan agama yang suci, damai, berkeadailan, pro kemanusiaan dan mencerahkan terseret ke dalam arus kepentingan, sehingga agama terlihat sebagai sesuatu yang menakutkan dan menyangarkan. Akhirnya kefrustasian terhadap agama tidak dapat dihindari. Kefrustasian terhadap peran agama ini salah satu faktor yang menyebabkan orang memilih untuk tidak beragama. Sinyalemen seperti itu telah lama digubris oleh Nietzsche yang tercermin dalam pernyataannya tuhan sudah mati. Di mana peranan agama tidak lagi berada pada kesejatiannya.
Meningkatnya jumlah penduduk dunia untuk tidak beragama bukan lagi sebagai akses dari liberalisasi yang menyerudup ke dalam agama, tetapi sebagai dampak daripa ketidak mampuan umat beragama membawa misi agama sebagai penjawab tantantangan zaman.
Di sampaing itu peranan agama lebih dominan di bawa ke ranah ukhrawi dan agak mengabaikan ranah duniawi, sehingga tidak hayal agama berjurang dengan misi ekonomi, teknologi, politik dan sebagainya. Gap ini yang melebarkan agama terlihat tidak pro terhadap kemajuan.
Ketertinggalan peranan agama dalam mengset dunia menjadi aman, damai, sejahtera dan berperadaban sebagai salah satu penyebab bergolaknya komunitas frustasi terhadap agama. Tindakan-tindakan pembelakangan terhadap agama juga semakin terlihat dalam realitas kehidupan, sehingga agama hanya menjadi pengisi kolom KTP dan agama sebagai simbol resmi untuk memenuhi tuntutan negara. Di mana tindakan dan manifestasi hidup tidak sejalan dengan tuntutan agama. Fenomena ini jauh-jauh hari telah dikuatirkan oleh Rasulullah.

Missi rahmatalil’alamin
Di tengah-tengah fenomena peningkatan jumlah penduduk dunia yang cenderung memilih tidak beragama atau menjadikan agama sebagai formalitas maka missi agama perlu dijelaskan dengan rahmatalil’alamin, sehingga agama tidak dilihat lagi sebagai pendukung kekerasan, konflik dan sebagainya. Oleh sebab itu missi agama yang santun dan anti kekerasan perlu di kedepan dan ditonjolkan. Sudah saatnya menghentikan penyeretan agama ke ranah konflik, baik konflik internal maupun eksternal.
Konfik agama dalam catatan sejarah agama selalu berakhir dengan pertumpahan darah yang hebat. Oleh sebab itu sudah saatnya konflik agama ini tidak lagi dihembuskan. Begitu juga dengan simbol-simbol sakral agama, ia semestinya dihargai dan tidak lagi dilabrak yang akhirnya menimbulkan kebencian yang dapat menyalut konflik antar agama. Kasus pelecehan Nabi Muhammad dalam harian Jyllands-Posten misalnya tidak semestinya terjadi dalam masyarakat dunia sekarang ini. Jihad yang berkabolarasi dengan ”kekerasan” sudah semestinya pula direvisi, sehingga atribut-atribut agama tidak lagi terperosok dalam keganasan.
Missi rahmatalillalamin agama ini telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad ketika di Madinah, sehingga Madinah menjadi kota beradaban masa depan dan sekaligus sebagai awal terbentuknya dinamika civil society yang saat sekarang dinamika kehidupan civil society itu dibangun kembali untuk mewujudkan tatanan peradaban dunia.

No comments: