catatan hati

Friday, December 26, 2008

DAMPAK TURUNNYA TARIF TELEKOMUNIKASI TERHADAP KECERDASAN ANAK BANGSA


Oleh: Silfia Hanani

Kondisi masyarakat Indonesia sampai pada hari ini masih banyak berada dalam kancah keprihatinan, sehingga bangsa yang dihuni sekitar 220 juta jiwa ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara berkembang di kawasan rantau Asia Pasifik ini. Hal ini dapat diukur dengan beberapa parameter, mulai dari kualitas hidup sampai pada tingkat jumlah usahawan di negara ini.
Kualitas hidup masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, seperti menurut laporan United Nation Development Programe (UNDP) human development index (HDI) masyarakat Indonesia pada tahun 2007 berada pada urutan ke-107 dari 177 negara di dunia. Di ASEAN kualitas hidup masyarakat menempati urutan ke-7 dengan skor 0,728. Peringkat teratas Singapura dengan skor 0,922, disusul Brunei Darussalam 0,894, Malaysia 0,811, Thailand 0,781, Filipina 0,771, dan Vietnam 0,733. Kamboja 0,598 dan Myanmar 0,583 berada di bawah HDI Indonesia.
Rendahnya kualitas hidup bangsa Indonesia, dapat dilihat dari jumlah kemiskinan. Jumlah orang miskin di Indonesia versi pemerintah sebanyak 17% atau sekitar 29,05 juta jiwa, namun jika dipakai indikator kemiskinan yang dibuat Bank Dunia, maka jumlah orang miskin di Indonesia berlipat-lipat atau sekitar 46% dari penduduk Indonesia.
Potret sosial ini merupakan gambaran dari keterbelekangan bangsa ini dalam berbagai aspek. Terutama sekali aspek pendidikan. Pendidikan sebagai mesin pencetak masyarakat pintar belum mampu berbuat banyak dalam merubah kondisi keterbelakangan masyarakat. Rendahnya kualitas pendidikan negara ini menjadi salah satu faktor ketidak berdayaan pendidikan untuk mencerahkan masyarakat. Menurut hasil survei World Competitiveness Year Book dari tahun 1997 sampai tahun 2007 pendidikan Indonesia berada dalam urutan sebagai berikut pada tahun 1997 dari 49 negara yang diteliti Indonesia berada di urutan 39. Pada tahun 1999, dari 47 negara yang disurvei Indonesia berada pada urutan 46. Tahun 2002 dari 49 negara Indonesia berada pada urutan 47 dan pada tahun 2007 dari 55 negara yang disurvei, Indonesia menempati urutan yang ke 53.
Kualitas pendidikan yang masih rendah ini pula yang menyebabkan banyaknya pengangguran muncul di kalangan kelas terdidik. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2008 pengangguran dari kelas terdidik di Indonesia berjumlah 4.516.100 orang dari total jumlah pengangguran 9.427.600 orang. Kualitas pendidikan yang rendah mempengaruhi kecilnya semangat wirausaha di kalangan masyarakat Indonesia, sehingga jumlah pengusaha sangat sedikit sekali di negara ini. Menurut Ciputra saat Indonesia baru mempunyai pengusaha 0,18% dari jumlah penduduk. Sedangkan untuk mencapai sebuah negara maju harus mempunyai 2% pengusaha dari jumlah penduduk. Sedangkan untuk dapat mengatasi kemiskinan di Indonesia sekarang diperlukan 4 juta pengusaha baru.
Pendidikan yang belum mampu mencerdaskan bangsa ini salah satunya di pengaruhi oleh rendahnya fasilitas pendidikan. Mulai dari jumlah bahan bacaan sampai pada pendidikan guru merupakan bermasalah dalam dunia pendidikan kita. Dilihat dari bahan bacaan, negara kita baru hanya mampu menerbitkan buku 10.000 judul pertahunnya, sedangkan surat kabar hanya mampu melayni masyarakat dengan rasio 1:45, sedangkan di Philipina 1:30 dan di Srilangka 1:38 (Media Indonesia, 27 Mei 2007).
Di sisi lain, kebodohon yang belum terkuak secara fantastis oleh dunia pendidikan, ternyata diikuti oleh kualitas guru yang belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari data kelayakan guru dalam mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas guru-guru Indonesia yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta hanya baru 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73 %, guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 %. Pendidikan guru menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan. Dari 2,7 juta orang guru di Indonesia hanya sepertiga atau 35% saja yang berpendidikan S1 (Republika 2008). Sedangkan di Sekolah Dasar guru berpendidikan S1 baru sekitara 10% sedangkan menurut undang-undang no 14 tahun 2005 guru Sekolah Dasar Harus S1. Hasil penelitian Hattie (2000) menemukan bahwa mutu pembelajaran sangat ditentukan oleh pendidikan guru, sebanyak 63% pendidikan guru menyumbangkan pada kualitas pendidikan jika dibandingkan dengan variabel lainnya di sekolah.
Di samping kualitas pendidikan yang masih rendah, ternyata fasilitas pencerdas anak bangsa yang lainnya masih belum menyentuh masyarakat luas. Misalnya saja, fasilitas internet dan alat telekomunikasi sangat terbatas diakses. Sedangkan fasilitas ini sebagai salah satu sarana yang mewujudkan revolusi mental. Hal ini dapat dilihat dari catatan perjalanan sejarah revolusi industri dalam masyarakat Barat. Di mana semenjak abad ke-18 dengan berkembang pesatnya industri telekomunikasi telah merubah peradaban yang terbelakang menjadi maju dan modern. Alvin Toffler akhirnya menjastifikasi abad modern dan pintar adalah abad yang dikuasai oleh telekomunikasi. Oleh sebab itu, telekomunikasi harus menjadi bahagian terpenting dalam kehidupan masyarakat.
Dalam kontek ini penduduk dunia telah meyakini, bahwa kemajuan sangat tergantung pada penguasaan teknologi informasi, sehingga terjadi revolusi telekomunikasi di dunia. Melek informasi mulai diperkenalkan. Negara Malaysia dan Singapura saat sekarang mencanangkan melek internet. Bukan lagi melek huruf. Melek internet di dukung dengan perangkat teknologi informasi yang canggih dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakatnya. Termasuk tarif telekomunikasi disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat, sehingga sarana-sarana telekomunikasi diakses secara merata oleh masyarakat. Jika dilihat laporan Bank Dunia tahun 2007 perbandingan akses dan pemakaian teknelogi telekomunikasi terdapat perbandingan yang sangat mencolok antara Indonesia dan Malaysia. Pemakaian internet misalnya dari per 1000 orang di Indonesia hanya memakai 72 orang, sedangkan di Malaysia sudah mencapai 434 orang. Begitu pula dengan pemakaian telepon, dari per 1000 orang di Indonesia baru yang memakai telepon hanya 270 orang sedangkan di Malaysia 943 orang.
Dampak dari pemakaian sarana telekominikasi yang begitu merata tersebut, telah terbukti mendorong tingkat kecerdasan dan kualitas hidup negara tetangga yang pernah mengimpor tenaga pengajar dari Indonesia ini, sehingga tidak hayal negara ini mempunyai kualitas pendidikan dan kualitas hidup lebih tinggi daripada Indonesia sekarang ini.

Tarif Telekomunikasi Yang Mencerdaskan
Berangkat dari fenomena dan realita bangsa Indonesia yang makin terpuruk seperti yang telah dipaparkan di atas, maka saat sekarang yang diperlukan oleh bangsa ini adalah mesin-mesin pencerdas anak bangsa. Salah satu mesin pencerdas tersebut tertumpu pada pemerataan pemanfaatan sarana telekomunikasi. Salah satunya upaya yang harus dilakukan adalah mewujudkan tarif telekomunikasi yang terjangkau oleh masyarakat.
Misalnya saja, tingginya tarif telekomunikasi selama ini menyebabkan rendahnya tingkat akses internet di kalangan masyarakat Indonesia dan pada umumnya diakses oleh keluarga yang mempunyai ekonomi mapan. Begitu pula dengan institusi pendidikan, internet hanya tersedia di sekolah-sekolah atau kampus yang berbiaya mahal. Sementara sekolah-sekolah kere (miskin) tidak mengenal internet, karena tingginya tarif telekomunikasi yang diperlukan untuk mengaksesnya, sehingga yang terjadi adalah jurang kualitas pendidikan antar kaya dan miskin semakin tinggi. Oleh sebab itu turunnya tarif telekomunikasi berdampak positif terhadap peningkatan mutu pendidikan di negara ini.
Bagaimana pun juga, traif telekomunikasi yang terjangkau telah membuat sekolah-sekolah dan kampus-kampus di Indonesia menjadi sadar intenet sebagai sarana pendidikan. Traif telekomunikasi yang murah setidaknya telah melahirkan inovasi dalam bidang pendidikan. Hal ini dilihat dari media pengajaran yang berkembang, dari bentuk tradisional menjadi modern yang sangat membantu terhadap penguasaan ilmu pengetahuan.
Biaya telekomunikasi yang terjangkau oleh semua kalangan juga akan membantu menyelesaikan permasalahan keterbatasan jumlah bahan bacaan yang terjadi di negara ini.
Internet secara langsung dapat mengatasi kesulitan buku akibat biaya yang mahal dan perputakaan sekolah yang sangat terbatas. Keterbatasan ini pula yang menyebabkan rendahnya minat baca dikalangan anak didik dan berdampak negatif terhadap kualitas pendidikan. Dalam konteks ini, internet yang terkases oleh semua kalangan menjadi salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan. Oleh sebab itu turunnya tarif telekomunikasi berpengaruh cukup besar terhadap untuk melepaskan kungkungan keterisolasian masyarakat dari ilmu pengetahuan dan kemajuan.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa turunnya tarif telekomunikasi bagi bangsa Indonesia sebagai salah satu langkah untuk membangun bangsa yang cerdas sekaligus sebagai upaya untuk mengeluarkan kondisi bangsa yang terpuruk akibat belum berperanan banyaknya dunia pendidikan dalam mengubah sumber daya manusia yang berkualitas. Akhirnya dengan tarif telekomunikasi yang terjangkau oleh semua kalangan ini, melahirkan bangsa Indonesia yang mempunyai peradaban dan memiliki kualitas hidup yang setara dengan negara-negara maju lainnya, sehingga bangsa ini keluar dari kemelut keterbelakangan.

2 comments:

mei ling said...

jadi ingat tagihan internet bulan ini ni...
membludakkkk...
tarif internet di indonesia masih mahal belum lagi lemotnya speed internet. Buat yang berlangganan, bandwith terbatas, kalo kelebihan tambah biaya. Semoga aja nantinya bisa ada yang unlimited, speed bagus dengan tarif merakyat.

Kalo telepon sekarang sudah lumayan murah. Ada yang nyediain jasa telpon gratis walaupun malam hari, telpon ke negara asia tenggara juga sudah agak murah, antar provider sudah gak mahal2 bgt, 1000-2000 perak dah bisa telpon buat 1 jam. Jadi bisa diskusi panjang lebar dengan teman2 :)

Anonymous said...

hm...hmm..bagus ni ^_^...(menunaikan janji nulis komen :D)