catatan hati

Friday, April 11, 2008

KUALITAS PENDIDIKAN

KUALITAS PENDIDIKAN SEMAKIN TERPINGGIRKAN

Oleh: Silfia Hanani


Membaca salah satu judul berita Kompas (28/2) Pendidikan Bukan Lagi Prioritas, pasti akademisi tercenung. Masalahnya, kebijakan pemerintah untuk mengurangi 15 persen anggaran pendidikan merupakan kebijakan yang mundur dan tidak konsisten dengan peningkatan kualitas pendidikan. Sangat tidak adil, jika kebijakan itu tetap dilakukan. Hal ini sebagai bukti nyata rendahnya kepedulian pemerintah terhadap pendidikan. Jika pemerintah mempunyai kepedulian, semestinya konsisten dan tidak mengambil langkah seperti sekarang ini.
Pengurangan anggaran pendidikan hanya akan menimbulkan ketidak berdayaan institusi pendidikan untuk bangkit dari keterpurukan. Kualitas pendidikan di negara ini akan mengalami ketertinggalan terus. Jika dilihat dari hasil survei yang dilakukan Times Higher Education Supplement (THES) semakin terbaca ketertinggalan kualitas pendidikan di negeri ini. Pada tahun 2006 Universitas Indonesia dilaporkan hanya mampu menempati urutan urutan 250 dan jauh tertinggal dibandingkan dengan Universiti Kebangsaan Malaysia di urutan 185. Survei yang sama pada tahun 2007 dari 3000 perguruan tinggi dunia, ITB baru bisa menempati urutan 927. Sementara Singapura menjadi pionir yang sulit dikalahkan di Asia Tenggara ini .
Pemangkasan anggaran pendidikan, patut menjadi kegamangan bagi akademisi. Masalahnya, persoalan terbesar yang mengakibatkan rendahnya kualitas pendidikan adalah minimnya anggaran yang dialokasikan untuk mesin­-mesin pencerdas bangsa ini. Dalam hal ini pemerintah menyadari, tetapi tidak konsisten dan tidak mempunyai niat yang sungguh, sehingga anggaran pendidikan terpaksa dipangkas yang semestinya ditingkatkan. Oleh sebab itu, dunia pendidikan kita akan masih saja menghadapi masa-masa sulit untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
Di balik pemangkasan anggaran pendidikan ini yang akan terjadi dalah, tingginya biaya pendidikan. Masalahnya untuk menutupi kekurangan anggaran tersebut, perguruan tinggi terpaksa menggenjot biaya pendidikan sehingga pendidikan dapat disajikan dengan layak. Hal ini menjadi problema bagi masyarakat yang tengah menghadapi berbagai permasalahan sekarang ini. Maka yang dikuatirkan adalah semakin panjangnya deretan generasi yang kalah dari pendidikan.
Kemudian komersialisasi sulit dihindari oleh institusi pendidikan, jika pemerintah akan tetap menempuh kebijikan yang tidak memihak pada pencerdasan bangsa ini. Jika tidak komersialisasi maka yang terjadi adalah mati surinya kualitas pendidikan, dimana pendidikan disajikan dengan apa adanya dan berjalan dengan setengah hati. Akhirnya instititusi pendidikan hanya menjadi mesin-mesin pencetak generasi pengangguran. Sebenarnya fenomena ini sudah terlihat dengan jelas dan sudah menjadi pengetahuan publik. Banyaknya pengangguran dikalangan lulusan perguruan tinggi adalah sebagai salah satu bukti mati surinya kualitas pendidikan di perguruan tinggi tersebut.
Di samping itu juga akan terjadi kekuatiran kemandulan ilmiah yang semakin akut di perguruan tinggi, jika pemerintah tetap bersikukuh dengan kebijakan mengurangi 15 persen anggaran tersebut. Kemandulan ilmiah itu yang menyebabkan rendahnya peranan perguruan tinggi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa, sehingga keberadaan perguruan tinggi hanya menjadi menara gading belaka dan tidak mampu memberikan ide-ide bernas dalam setiap penyelesaian permasalahan bangsa. Tidak heran, ditengah mencuatnya kemiskinan, meningkatnya harga kedele, morat-maritnya petani, terjadinya bencana yang silih berganti dan sampai pada masalah lumpur Lapindo, peranan perguruan tinggi lebih dominan sebagai wait and see.
Minimnya perguruan tinggi menghasilkan teori dan hasil penelitian yang dapat mencerahkan sebagai resiko daripada kemandulan ilmiah tersebut. Semstinya perguruan tinggi mempunyai budaya ilmiah yang kuat sehingga dapat memainkan peranan penting dalam kemajuan bangsa. Untuk keluar dari kemandulan ilmiah ini, salah satu langkahnya adalah melalui pembiayaan pendidikan yang memadai.
Jika pemerintah akan tetap bersikukuh dengan pemangkasan tersebut, maka eksistensi perguruan tinggi akan tidak jauh berbeda dengan masa lalu dan kualitas pendidikan jalan ditempat, sehingga bangsa ini masih tetap terkubur dalam potret yang buram yang tidak terpecahkan oleh pendidikan.
Dalam konteks ini, pemerintah perlu meyakini telaah Giddens dalam the third way bahwa kemajuan pendidkan sudah menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar dalam membangun bangsa yang berkesejahteraan. Oleh sebab itu pemerintah harus konsisten untuk memajukan pendidikan.
Dalam konteks ini seruan Ivan Illich untuk tetap menggasak pemerintah memperhatikan pendidikan rakyat perlu disuarakan, agar pemerintah tidak memandang masalah ini dengan sebelah mata. Bahkan, dengan terjadinya pengurangan anggaran dalam kaca mata Ivan Illich sama halnya memperkosa dunia pendidikan yang berdampak terhadap rendahnya martabat bangsa. Oleh sebab itu tidak ada jalan lain, pemerintah harus konsisten dengan peningkatan kualitas pendidikan membenahinya dengan kebijakan-kebijakan yang bernas.

No comments: